Foto: Penumpang menunggu kereta mereka di stasiun kereta api Hongqiao di Shanghai pada 20 Januari 2023, saat migrasi tahunan dimulai dengan orang-orang kembali ke kampung laman mereka untuk seremoni Tahun Baru Imlek. (AFP via Getty Images/HECTOR RETAMAL)
Jakarta, CNBC Indonesia - Fenomena banyaknya keturunan etnis Tionghoa nan menjadi pengusaha, baik nan bermukim di Indonesia maupun negara lain, rupanya terjadi akibat beberapa faktor.
John Kao, salah satu peneliti untuk Harvard Business Review, telah melakukan wawancara dengan lebih dari 150 pengusaha keturunan Tionghoa di dalam dan luar China. Hasilnya, dia menemukan bahwa tradisi Konfusianisme mempunyai pengaruh nan kuat dalam upaya nan mereka jalani.
Secara umum, Konfusianisme dipahami sebagai mengerti nan bertindak di area kebudayaan nan terdiri dari China, Jepang, Korea, Taiwan, Hong Kong, Singapura, dan Vietnam. Paham Konfusianisme menitikberatkan pada keselarasan antara satu perseorangan dengan perseorangan nan lainnya untuk hidup saling mengasihi.
Berdasarkan hasil penelitian Kao, sebanyak 90% dari 150 pengusaha nan diwawancarai merupakan generasi pertama dari para imigran nan kabur dari China saat kondisi perang. Lalu, 40% di antaranya pernah mengalami akibat dari musibah politik, seperti revolusi kebudayaan.
Sementara 32% lainnya mengaku bahwa mereka pernah kehilangan rumah di masa lalu. Terakhir, 28% pengusaha mengaku pernah mengalami kehilangan kekayaan akibat musibah ekonomi di China.
Pada masa China kuno, para petani berupaya keras untuk bisa memperkuat hidup dari beragam ancaman, seperti badai, kekeringan, hingga hama. Selain itu, bagi para imigran Tiongkok, upaya menjadi salah satu kunci utama agar mereka bisa memperkuat hidup, terutama saat terjadinya krisis dan perpecahan. Hal tersebutlah nan menjadi salah satu cikal bakal banyaknya keturunan Tionghoa nan menjadi pengusaha.
Mentalitas memperkuat di tengah 'badai' kehidupan sekaligus penyintas sejarah kelam China membentuk karakter para masyarakat keturunan Tionghoa hingga saat ini. Karena itu, tak heran jika pengusaha keturunan Tionghoa terkenal ulet dan pekerja keras.
Sebagian pengusaha keturunan Tionghoa juga condong mengelola perusahaannya seperti kaisar China mengelola kerajaannya. Maka dari itu, tak heran jika aset upaya biasanya hanya diwariskan kepada personil keluarga.
Bahkan di Asia, para jejeran pelaksana dalam suatu upaya mahir tidak pernah ragu menerima personil family sebagai pemimpin perusahaan mereka.
Berdasarkan penelitian Kao, sebagian besar pengusaha keturunan Tionghoa berpegang teguh pada salah satu pepatah Tiongkok kuno, "Lebih baik menjadi kepala ayam daripada menjadi ekor sapi besar."
Di era saat ini, pepatah itu kurang lebih berfaedah bahwa mereka lebih memilih menjadi bos di upaya milik sendiri meskipun skalanya kecil, daripada menjadi bawahan di sebuah perusahaan besar.
Rahasia sukses pengusaha Tionghoa
Berikut sejarah gejolak politik dan sosial China nan menghadirkan nilai serta prinsip bagi para keturunan Tionghoa hingga saat ini:
- Lakukan penghematan untuk dapat terus memperkuat hidup
- Miliki tabungan sebanyak-banyaknya
- Selalu bekerja keras untuk menghindari kemungkinan terburuk nan tidak dapat diprediksi
- Satu-satunya orang nan dapat dipercaya adalah keluarga
- Selalu utamakan pendapat dari kerabat nan tidak kompeten dalam upaya family daripada penilaian orang asing nan kompeten
- Selalu berilmu terhadap sistem nan menempatkan laki-laki sebagai pemimpin dalam upaya demi menjaga keselarasan dan arah perusahaan
- Investasi kudu berasas kekerabatan namalain hubungan keluarga, bukan prinsip abstrak
- Utamakan untuk mempunyai peralatan berwujud, seperti bangunan, sumber daya alam, dan emas batangan daripada peralatan tidak berwujud, seperti sekuritas tidak berbentuk namalain kekayaan intelektual.
[Gambas:Video CNBC]
(dem)