Mau Trip Jejak Arkeologis Jawa Kuno, Yok Wisata ke Batang

Sedang Trending 6 bulan yang lalu

Kabupaten Batang diyakini mempunyai jejak peradaban tua dengan ditemukannya banyak situs arkeologis Jawa Kuno di wilayahnya. Karena itu, Pemerintah Kabupaten Batang diminta lebih serius merawat dan mengelola cagar budaya nan dimiliknya, baik untuk menjaga kelestariannya maupun untuk kepentingan identitas (branding) daerah. Salah satu langkah paling murah adalah dengan menghadirkan konsep museum hidup (living museum), nan memungkinkan pengunjung melakukan trip menyusuri jejak arkeologis kuno.

“Berbagai jejak arkeologis nan ditemukan ini menjadi khazanah sejarah dan budaya nan luar biasa, terlebih secara periodisasi sejarah Jawa Kuno, jejak arkeologis di Batang ini diyakini lebih tua dari peradaban Dieng maupun Borobudur. Jadi, kita sebagai penduduk Kabupaten Batang layak berbangga,” ungkap Ketua DPRD Batang, Maulana Yusup, Kamis (1/12/2022).

Karena itu, Yusup berambisi pemerintah daerah lebih serius menangani beragam warisan sejarah tersebut agar terjaga kelestariannya. Menurutnya, upaya tersebut justru sebagai bentuk apresiasi atas sejarah daerah sendiri. “Karena bangsa nan besar haruslah menghargai sejarahnya, asal usulnya. Dan nan tak kalah penting, warisan ini kelak bisa disaksikan anak cucu kita, komplit dengan risalah sejarahnya,” ujarnya.

Menurut Yusup, kesungguhan pemerintah daerah dalam mengurusi kekayaan heritage itu bisa dilihat dari ada tidaknya kebijakan strategis untuk mengelola beragam situs arkeologis tersebut.

“Dan nan pertama dan utama, adalah gimana pemerintah dan masyarakat Kabupaten Batang memaknai khasanah sejarahnya sendiri. Karena dari pemaknaan inilah kita bakal mempunyai khayalan nan jelas tentang masa depan benda-benda cagar budaya nan ditemukan di Kabupaten Batang, lampau merumuskan konsep pengelolaannya ke depan. Sederhananya, situs Candi Boto, petirthaan Balekambang, prasasti Sojomerto, dan lannya ini mau diapakan, itu kudu jelas. Kan tidak mungkin jika hanya dipagari, alias barang cagar budayanya cukup disimpan,” bebernya.

Dia berambisi besar jejak-jejak arkeologis nan berserak tersebut bisa dihimpun dalam karya kepenulisan nan utuh oleh tim ahli. “Artinya, kelak orang Batang mempunyai narasi nan lebih utuh tentang sejarah tua daerahnya, dan ini jadi bagian dari membangun narasi tentang Kabupaten Batang, jadi identitas dan branding daerah,” ujarnya.

LIVING MUSEUM
Politisi muda PKB ini juga mengaku sepakat dengan konsep living museum sebagai salah satu pengganti sederhana untuk melestarikan sekaligus menjadikan kekayaan heritage tersebut sebagai instrumen edukasi sejarah. Melalui konsep living museum, para pengunjung bisa melakukan trip sejarah meyusuri situs arkeologi antik di sejumlah letak di Kabupaten Batang.

“Seingat saya, dulu pendapat living museum ini pernah diwacanakan organisasi lokal nan peduli warisan heritage. Ya daripada bangun museum susah terwujud, kenapa tidak dijadikan museum hidup saja, kan tinggal dirumuskan tata kelola wisatanya dan lainnya. Kalau ini dikelola dengan baik dan serius, saya percaya bisa menjadi salah satu wisata unggulan, dan kelak bisa menjadi penyumbang pendapatan original daerah. Tetapi ya itu, konsep dan daya dukungnya kudu ada,” ucapnya.

Konsep living museum memang pernah digagas beberapa organisasi pemerhati cagar budaya Batang, sejak beberapa tahun lalu. Salah satunya Batang Heritage, nan menilai kekayaan barang cagar budaya nan banyak ditemukan di Kabupaten Batang itu terlalu berbobot untuk dianggurkan. Karena itu, sementara membangun museum mungkin butuh waktu dan anggaran besar, organisasi Batang Heritage menggagas konsep wisata living museum.

Keberadaan benda-benda cagar budaya warisan peradaban masa lampau itu apalagi tersebar merata di 15 kecamatan. Sayangnya, belum semua barang cagar budaya (BCB) berumur ratusan tahun itu terlindungi dengan baik, sebagian apalagi tetap berada di tempat ditemukannya.

Kondisi itu mengundang keprihatinan sejumlah organisasi pemerhati cagar budaya. Ketua Batang Heritage, Prasetiyo Widhi,mengatakan, komunitasnya sejauh ini aktif melakukan pengarsipan dan inventarisasi beragam produk sejarah, tradisi, dan budaya nan hidup di Kabupaten Batang. Seperti halnya Batang Ghallery, mereka juga rutin menggelar obrolan dan even budaya untuk mensosialisasikan kekayaan sejarah dan budaya daerah kepada generasi muda.

“Ini bentuk kepedulian kami dan lainnya untuk menjaga dan melestarikan warisan sejarah Batang. Di Silurah, kami berbareng masyarakat setempat juga melakukan pengarsipan semua nan terkait dengan situs di sana, juga di Sojomerto serta Batik Rifaiyah di Kalipucang,” ungkap Pras di 2018 silam.

“Peninggalan cagar budaya kita banget banyak, sehingga upaya inventarisasi dan dokumentasii banget mendesak dilakukan,” tandasnya.

Selain mendorong dibentuknya Tim Ahli Cagar Budaya, sebagaimana direkomendasikan BPCB Jateng, Batang Heritage juga berambisi ada upaya untuk melindungi benda-benda berbobot itu agar tak lenyap alias rusak. “Tapi lantaran membangun museum itu mahal dan menuntut pengelolaan nan baik, maka kami justru mendorong sebuah area menjadi living museum melalui pendekatan community development. Artinya, masyartakat setempat juga perlu dilibatkan dan diberdayakan, itu bisa menjadi potensi destinasi wisata nan edukatif,” jelasnya.

Gagasan itu sebetulnya sudah dilakukan Batang Heritage seperti lewat kegiatan “Nyadran Gunung” di Silurah, juga di Kalipucang. Khusus Sojomerto, mereka berbareng pemerintah desa juga pernah merekomendasikan penataan area prasasti ke pemda, beberapa tahun lalu, tapi belum terrealisasin lantaran beragam kendala.

“Mumpung Pemkab sedang gencar mempromosikan wisata, sejumlah area situs itu bisa ditata untuk menjadi destinasi living museum. Kami dari Batang Heritage alias organisasi lainnya tentu siap untuk membantu,” pungkasnya. (sef)