Mengenal Tradisi Kawin Tangkap di Sumba, Melestarikan Adat atau Melanggar HAM?

Sedang Trending 1 minggu yang lalu

Baru-baru ini viral sebuah video nan memperlihatkan seorang wanita diseret paksa oleh sekelompok laki-laki lampau dibawa pergi dengan menggunakan mobil pick up. Setelah ditelusuri, peristiwa dalam video tersebut terjadi di wilayah Sumba, NTT dan merupakan bagian dari tradisi kawin tangkap nan tetap sering dipraktekkan di sana.

 Melansir dari CNN, pelaku nan terekam dalam video viral tersebut telah ditangkap oleh Polda NTT. 

Apa Itu Tradisi Kawin Tangkap?

Mengenal Tradisi Kawin Tangkap di Sumba, Melestarikan Adat alias Melanggar HAM?

Praktik tradisi kawin tangkap di Sumba, Nusa Tenggara Timur memang sering menuai kontroversi. Karena meskipun ini bagian dari budaya, namun telah digunakan sebagai argumen pembenaran terhadap tindakan penculikan dan pelanggaran HAM pada perempuan.

Dalam tradisi nan telah dilakukan secara turun temurun dalam masyarakat Sumba ini, seorang wanita bisa diculik dan dipaksa menikah dengan laki-laki nan tidak dia sukai. Dan pihak wanita tidakbisa menolak lantaran secara budaya perihal itu dianggap wajar. 

Biasanya kawin tangkap terjadi lantaran kemauan seorang laki-laki menikahi wanita nan dia sukai mendapat halangan, namun dia memaksa tetap mau menikah sehingga menculik si perempuan. 

Asal Muasal Tradisi Ini

tradisi kawin tangkap

Jurnal Sagacity menyebutkan, tradisi kawin tangkap adalah kebiasaan nan dilakukan masyarakat pedalaman Sumba, ialah di Kodi dan Wawewa. Tradisi ini diturunkan dari nenek moyang dan tetap dilakukan sampai hari ini. 

Pada masa dahulu, kawin tangkap biasanya dilakukan saat family mempelai laki-laki terhalang mahar tinggi dari pihak family mempelai perempuan. Jadi termasuk kategori perkawinan tanpa peminangan, akibat belum ada kesepakatan family mengenai jumlah maskawin.

Dalam tradisi lama, biasanya seorang wanita sudah didandani untuk menjadi pengantin. Dan calon mempelai laki-laki juga sudah didandani layaknya pengantin. Kemudian pihak mempelai laki-laki bakal menculik mempelai wanita nan sudah didandani dan dibawa ke rumah mempelai laki-laki dengan menunggangi seekor kuda. 

Mengenal Tradisi Kawin Tangkap di Sumba, Melestarikan Adat alias Melanggar HAM?

Setelah itu, pihak laki-laki bakal pergi ke rumah pihak wanita dengan membawa parang dan kuda sebagai corak permohonan maaf. Serta tanda bahwa mempelai wanita telah ada di rumah mempelai pria. 

Setelah ditangkap, pihak laki-laki bakal membawa sebuah parang dan seekor kuda kepada pihak wanita sebagai tanda permohonan maaf dan tanda bahwa wanita sudah ada di rumah pihak laki-laki.

Tradisi bisa dibilang unik, lantaran menyangkut nama baik kedua keluarga, namun nan pasti, di masa dahulu, kawin tangkap dilakukan ketika calon mempelai laki-laki dan calon mempelai wanita sudah sama-sama saling menyukai. Sehingga walaupun ‘diculik’, mempelai wanita tidak bakal mengalami trauma lantaran laki-laki nan menangkapnya adalah orang nan dia sukai sejak awal. 

Tradisi Kawin Tangkap di Masa Sekarang, Melanggar HAM Perempuan

Mengenal Tradisi Kawin Tangkap di Sumba, Melestarikan Adat alias Melanggar HAM?

Dengan adanya perkembangan zaman, kawin tangkap tidak lagi dijadikan metode untuk mendapatkan restu dari family mempelai wanita ketika kedua mempelai sudah sama-sama sepakat untuk menikah. 

Sebaliknya, tradisi kawin tangkap di masa sekarang dilakukan tanpa persetujuan si wanita hingga meninggalkan trauma akibat diculik, disiksa apalagi merasa dilecehkan. nan lebih fatal, wanita korban kawin tangkap bisa merasa dirinya buruk dan tidak berharga.

Pandangan Hukum Mengenai Hal ini

Mengenal Tradisi Kawin Tangkap di Sumba, Melestarikan Adat alias Melanggar HAM?

Dari perspektif norma dan HAM, tradisi ini telah melanggar undang-undang dan hak-hak perempuan. Tidak hanya melanggar pasal tentang penculikan, namun juga tidak sesuai dengan syarat perkawinan sah nan ditentukan oleh undang-undang. 

Beberapa norma nan dilanggar oleh tradisi kawin tangkap:

  • Pasal 328 KUHP tentang kasus penculikan dengan hukuman pidana penjara paling lama 12 tahun
  • Melanggar syarat dan ketentuan tentang perkawinan nan sah sesuai UU RI No. 1 Tahun 1974 Pasl 6 Ayat 1 (perkawinan kudu atas persetujuan kedua mempelai) 
  • Melanggar kewenangan asasi manusia nan dimiliki wanita untuk memilih pasangannya sendiri

Semoga pemerintah bisa tegas menindak para pelaku kawin tangkap nan menculik dan melecehkan wanita dengan dalih tradisi ini. 

Baca juga: 

Pemerkosaan dalam Pernikahan, Sering Terjadi namun Tidak Dilaporkan

Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.