ANALISIS
Abdul Susila | CNN Indonesia
Minggu, 29 Jan 2023 08:20 WIB
Bagikan :
Arema FC seperti 'dibenci' sejumlah kalangan sepak bola saat ini. (Antara Foto/ARI BOWO SUCIPTO)
Jakarta, CNN Indonesia --
Setelah nyaris empat bulan sejak Tragedi Kanjuruhan, sepak bola Indonesia tak ke mana-mana. Jalan di tempat.
Kisah nestapa tentang sepak bola Tanah Air terus muncul dari waktu ke waktu.
Belum lama ini ini bus pemain Arema FC dilempar oknum suporter. Beberapa saat kemudian sejumlah suporter PSS Sleman luka-luka lantaran kena lemparan batu dari dalam bus pemain Singo Edan.
Yang terbaru adalah bus Persis Solo dilempar suporter Persita Tangerang hingga kaca pecah dan satu ofisial terluka.
Wali Kota Solo Gibran Rakabuming dalam cuitan di Twitter mengaitkan serangan itu sebagai imbas dari kasus Tragedi Kanjuruhan nan tidak ditangani dengan maksimal.
Sejak Liga 1 2022/2023 bergulir kembali pada 5 Desember 2022, kepemimpinan wasit tak membaik. Wasit tak henti-hentinya membikin keputusan kontroversial. Kinerja wasit tetap seperti sebelum Tragedi Kanjuruhan.
Jalannya kejuaraan pun makin tak teratur. Jadwal pertandingan nan dirancang PT Liga Indonesia Baru (LIB) selaku operator makin kacau. Makin sering pertandingan tak bisa digelar.
Terbaru, pertandingan Arema versus Bali United terpaksa ditunda. Sebabnya, manajemen Arema tak bisa memastikan di mana pertandingan bakal digelar. Arema ditolak main di sejumlah daerah.
Dalam satu pekan terakhir, psikologis pemain Arema betul-betul dihantam realita pahit. Mereka juga korban dari Tragedi Kanjuruhan dan sekarang seolah jadi tersangka nan perlu diadili secara sosial.
Kebencian sepak bola telah nyata. Sepak bola sebagai perangkat perjuangan kiranya sudah lenyap di Arema. Sepak bola adalah derita bagi Arema. Dan bibit persatuan dari Tragedi Kanjuruhan mulai pecah.
Seperti ada nan dengan sengaja menyulut bara dendam lama. Kisah-kisah perseteruan masa silam diungkit kembali sebagai padanan pelemparan bus Arema. Sikap tidak suka diciptakan lagi.
Dan nahasnya, Liga 1 musim ini tak menerapkan promosi degradasi. Ini ditetapkan Komite Eksekutif (Exco) PSSI setelah menghentikan Liga 2 2022/2023 dengan argumen nan dibuat-buat seolah masuk akal.
Kacau balaunya liga: agenda berantakan, wasit tak jeli memutus kejadian, suporter mulai sadis lagi, dan pemain jadi korban sistem, membikin petinggi PSSI dengan 'flamboyan' lepas tangan.
Tragedi Kanjuruhan nan menelan 135 korban meninggal bumi dan puluhan luka-luka serta selebihnya sakit hati dan pengetahuan jiwa sejauh ini sama sekali tidak mengubah sepak bola Indonesia. Sama-sama meninggal rasa.
Baca kelanjutan buletin ini di laman berikutnya>>>
Menanti Kerendahan Hati 'Pemilik' Arema
BACA HALAMAN BERIKUTNYA
Bagikan :