
Parade Masa Silam
Setiap orang pasti pernah mengurung dirinya sendiri
Lebih sempit dari sekotak kandang kelinci
Lebih parit dari ingatan nan mengalir dan terseok-seok.
Dalam jerit dadaku, dia memanjang, menjorok ke kekacauan
Barangkali berupaya memuntahkan masa silam
Atau merambat ke dermaga paling dalam.
Sunyi selalu mengimani jelantah ingatan nan mendekati api
Seperti kanak-kanak melempar bola dan mengenai bengis masa depannya
Sementara nan memantul adalah bayang kesepian, dia gawang bagi masa silam.
Sejarah jelek selalu bisa dimenangkan.
Kukatakan pada bapak ibuku,
Bahwa masa depan semacam nganga periuk lapar kebersamaan
Kulihat segalanya menghilang, apalagi nan berjulukan impian
Aku tak mempunyai apapun selain personil tubuh dan sekotak kandang sempit
di telingaku, demi menolak caci maki mulut sendiri.
Katakanlah sedikit saja, saya hidup sebagai apa?
Dari masa kanak pengetahuanku jelek tentang hubungan keluarga
Sebab saya sibuk berkabung atas luka-luka sendiri
Merapal nyanyi sunyi saban malam
Hingga ruang mempersempit mobilitas mimpiku nan hutan
Kini tinggal sekotak kandang bersenandung kesepian.
Kombung, 2022
Pesarean Habib Shaleh Tanggul
Peziarah menuntun niat dari baris parkiran
Bersiap menyusu khidmat barakah di bumi wali
Melerai gerilya kemungkaran dalam diri
Matahari mulai menjilat bengis kulit aspal
Bunyi hati meringis kerontang
Mendengar khutbah jum’at melantun gagah
Gugurkan semai dzikir dari ujung kubah.
Jama’ah masjid meluap ke bentang jalan
Seperti luap mata air dari sumur karomah
Yang digali dengan kearifan akhlaknya
Tak pernah surut mengalirkan do’a-do’a
Menjadi penawar beragam macam penyakit
Peziarah membawa beberapa botol kosong
Mengisinya dengan do’a barokah air sumur.
Syair-syair Diwan Al-Isyqy ditulisnya
Qasidah tentang cinta Nabi terkasih, ahlul bait
Serta rangkai nasihat ditanam di hati umat
Aturan dan pesan Tuhan ditafsirkan
Basahi semula kering keimanan.
Senandung ayat suci pecah dari bibir peziarah
Pesarean disesaki beragam keluh kesah
Shalawat manshub dikumandangkan
Sebagai piagam mulia dari Habib Shaleh
Qabul rencana – limpahan rahmat didamba setiap umat.
Jember, 2022
Kepada Lelaki nan Mengampuni Dosanya Sendiri
Ingatan berbincang di malam hari
Sahut menyahut dengan kenangan dari rabas ke genang
Apa nan bisa kupertanyakan, selain maksud kau datang
menarik-narik lengan kenyataan
Dan pernyataanmu bah membiak harap
Padahal kau tahu bahwa nasib jelek bisa berparas apa saja
Ia belada nan menunggu kakimu bertawakal diri hingga mampus,
Hingga harap-harap menjadi kurus.
Jangan merawat sepiku
dan membiarkannya menyusu dalih tanpa titik koma itu
Berhenti membangun jembatan nan menghubungkan pintu keyakinan
dengan gedung masa silam
kelak kita tak bisa lebih jauh lagi melintasi
bahkan sebelum sampai di ujung paling api.
Pernikahan bukan hanya tumbal dari kesepian
Untuk mengkhusyuki ijab qabul kau butuh kesiapan
Tapi ujung lidahmu tetap saja kail
Menangkap ikan-ikan lain dengan geliat cacing selicin ingin
Sedang perutku tetap rakus kosakata
Berebut tulus nan umpan, berebut lenyap nan jejal.
Kenangan lanskap di mataku-matamu
Agar kita sama-sama bisa merawat rebak kesunyian
Dan melupakan dari mana asal kepastian nan doyan menolak rencana
Sebab takdir selalu biru di masing-masing lahannya
Ini resah bagimu, dan dosa bagiku.
Lalu kita ketaatan pada keduanya.
Kombung, 2022
Meraba Tangis Emak
Kerap saya dikejutkan oleh bunyi dari luar kesadaran
Padahal malam lebih tak bersuara dari kamar
Cemas mulai keluar masuk di telinga
Bersalipan dengan sesak tanya.
Dini hari seperti mau membunuhmu, Mak.
Ia menyerang kakimu nan nyaris tak berfungsi
Tapi tetap kau paksa seimbangi kedua telapaknya
Demi membawa lari bunyi surga untukku.
Kesiap bulu kuduk berdiri
Tangis Emak menjadi-jadi
Mengalun deras dari lisannya,
“Duh, Gusti..” “Duh, Gusti..’
Jember, 2022
Marigold
Mekarlah sekuning matahari
Sampai kau lupa bahwa bermulai dari sekuncup duri
Ataukah muasal pedihmu memang tumbuh dari tanah lapang
yang menyimpan bibit ketakutan
Sementara do’a katak selalu terdengar kuping awan
Ia pinta kesedihan dilarungkan
Suburkan kelopak matamu di sana
Sebagai mekar sabar rahasia.
Betapa menyesal tangan seseorang
Selepas memetik tubuhmu nan aib
Segala indra mengenalmu sebagai aroma pesing dan anyir
Sampai mereka tak bisa membedakan
Dari mana tercium aroma begitu memabukkan
Dari kuning hatimu alias dari kering hatinya.
Kombung, 2022