Tes Amniocentesis untuk Ibu Hamil, Kenali Fungsi, Prosedur, hingga Risikonya

Sedang Trending 1 minggu yang lalu

Bunda bisa mengecek gimana kondisi genetik alias kromosom janin di dalam kandungan dengan beberapa metode. Salah satunya amniocentesis (amniosentesis), ialah metode nan dilakukan dengan prosedur mengambil sampel cairan ketuban.

Amniocentesis memang dapat memberikan info berbobot tentang kondisi genetik bayi. Namun, di sisi lain, ada sejumlah akibat nan kudu Bunda hadapi, seperti ketuban bocor, keguguran, hingga penularan jangkitan pada janin. 

Apa Itu Amniocentesis?

amniocentesis

Selama kehamilan, janin dikelilingi oleh unsur cair nan disebut sebagai air ketuban. Cairan ketuban ini mengandung sel-sel janin hidup, beragam jenis protein, dan perihal lainnya, seperti alpha-fetoprotein (AFP), nan mempunyai ‘informasi’ krusial mengenai kesehatan janin sebelum lahir.

Untuk mengetahui info krusial tersebut, air ketuban kudu dikeluarkan dan diteliti guna membantu mendukung pemeriksaan master berasas hasil pemeriksaan ultrasonografi (USG).

Diagnosis nan dilakukan berangkaian dengan kondisi bayi. Mulai dari akibat tinggi abnormal lahir (Down’s syndrome, Edward’s syndrome, alias Patau’s syndrome), adanya tanda-tanda infeksi, alias jika ada kemungkinan bayi dilahirkan lebih awal.

Metode ini disebut sebagai amniocentesis nan dilakukan antara minggu ke-15 dan ke-20 kehamilan.

Amniocentesis sebenarnya tidak mendeteksi semua abnormal lahir. Melainkan hanya mendeteksi kondisi di mana orang tuanya mempunyai akibat genetik nan signifikan, seperti down syndrome, sickle cell disease, cystic fibrosis, distrofi otot, thalasemia, alias tay-Sachs dan penyakit serupa lainnya, serta abnormal tabung saraf tertentu seperti spina bifida dan anencephaly. Dengan amniosentesis, Bunda juga dapat mengetahui jenis kelamin bayi.

Sementara USG dapat mendeteksi abnormal lahir nan tidak terdeteksi amniosentesis, seperti halnya langit-langit mulut sumbing, bibir sumbing, kaki pengkor, alias abnormal jantung.

Artikel terkait: 3 Macam pemeriksaan kehamilan nan krusial Ibu Hamil lakukan

Siapa nan Harus Menjalani Tes Amniocentesis?

Tidak semua orang perlu melakukan tes amniosentesis, hanya ibu mengandung nan dengan kondisi tertentu. Umumnya, master bakal mempertimbangkan amniosentesis pada ibu dengan:

  • Hasil tes genetik positif alias abnormal berasas tes skrining prenatal kehamilan saat ini (skrining trimester pertama alias skrining DNA bebas sel prenatal).
  • Memiliki kondisi kromosom (misal, down syndrome) alias abnormal tabung saraf (kondisi serius nan memengaruhi otak bayi alias sumsum tulang belakang) pada kehamilan sebelumnya.
  • Berusia 35 tahun alias lebih. Bayi nan lahir dari wanita berumur 35 tahun ke atas mempunyai akibat lebih tinggi mengalami kondisi kromosom, seperti down syndrome.
  • Memiliki riwayat keluarga dengan kondisi genetik tertentu, Anda alias pasangan dikenal sebagai pembawa kondisi genetik. Selain mengidentifikasi kelainan genetik dan spina bifida defek tabung saraf, amniosentesis dapat digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi genetik lainnya, seperti cystic fibrosis.
  • Ada temuan USG abnormal.

Artikel Terkait: 10 Kebutuhan Ibu Hamil Trimester 1 Rekomendasi, Sudah Ceklis nan Mana?

Bagaimana Prosedur Amniocentesis Dilakukan?

Amniosentesis merupakan tes prenatal invasif nan dilakukan dengan teknis pengambilan sampel cairan ketuban nan jumlahnya kurang dari 1 ons. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan jarum lembut nan dimasukkan ke dalam rahim melalui perut ibu. Proses ini dilakukan di bawah pengarahan ultrasound.

Pertama-tama, area mini perut dibersihkan dengan antiseptik –Bunda mungkin menerima anestesi lokal untuk mengurangi rasa sakit. Dokter kemudian menentukan posisi janin dan plasenta dengan USG.

Di bawah pengarahan ultrasound, master memasukkan jarum tipis berlubang melalui perut dan rahim ibu, dan ke dalam kantung ketuban, jauh dari posisi bayi. Setelah itu, cairan diambil dengan jarum.

Jika Bunda mengandung anak kembar, di mana setiap bayi mempunyai kantung ketuban sendiri, master bakal mengambil dua sampel berbeda dari masing-masing ketuban. Dibandingkan bayi tunggal, prosedur amniosentesis sedikit lebih susah pada bayi kembar. Pastikan master Anda mempunyai pengalaman melakukan amniosentesis dengan bayi kembar.

Nantinya sampel itu bakal dibawa ke laboratorium unik untuk dianalisis seperti apa kondisi kromosomnya –prosesnya sekitar 10 menit. Namun setelah itu, tetap ada beberapa tes lainnya nan dilakukan. Melansir laman, WebMD adapun tesnya mencakup kariotipe, tes FISH, dan kajian microarray.

Bunda mungkin merasakan kram alias ketidaknyamanan ringan seperti menstruasi selama amniosentesis alias selama beberapa jam setelah prosedur. Bunda dapat mengonsumsi dua Tylenol (acetaminophen) setiap 4 jam untuk meredakan ketidaknyamanan itu. Hasil lab sudah bisa diketahui minimal dalam waktu 2-3 minggu.

Setelah amniocentesis, Bunda dilarang berolahraga alias melakukan aktivitas berat apa pun, termasuk menggendong anak dan berasosiasi seks. Jika Bunda mengalami demam, perdarahan, keputihan, alias sakit perut nan lebih parah daripada kram, segera periksakan ke dokter.

Hal nan perlu diingat, tidak ada obat untuk sebagian besar kondisi nan ditemukan amniosentesis. Misalnya pada bayi nan dinyatakan mempunyai kelainan kromosom.

Implikasinya adalah Bunda bisa mendiskusikan dengan master sejauh mana Anda bisa melanjutkan kehamilan ini dan mempersiapkan fisik, mental juga finansial Anda dalam merawat bayi setelah lahir.

Artikel terkait: Mengapa tes laboratorium krusial bagi Bumil? Ini alasannya!

Manfaat Tes Amniocentesis pada Ibu Hamil

amniocentesis

Selain dapat mengetahui kelainan genetik, amniosentesis dilakukan untuk beberapa alasan. Di antaranya:

1. Tes Genetik

Manfaat utama amniosentesis adalah memberikan info tentang susunan genetik bayi di dalam kandungan. Metode ini biasanya dilakukan antara minggu ke-15 dan 20 kehamilan. Jika dilakukan sebelum minggu ke-15 berisiko komplikasi lebih tinggi.

2. Tes Paru-Paru Janin

Tes kematangan paru-paru janin melalui amniosentesis melibatkan pengambilan sampel cairan ketuban dan mengujinya untuk menentukan apakah paru-paru bayi cukup matang untuk dilahirkan.

Biasanya metode ini dilakukan pada persalinan awal (antara usia kehamilan 32-39 minggu), baik melalui induksi alias operasi caesar guna mencegah komplikasi kehamilan bagi ibu dalam situasi nondarurat.

3. Diagnosis Infeksi Janin

Kadang-kadang, amniosentesis digunakan untuk mengevaluasi bayi terhadap jangkitan alias penyakit lain. Prosedur ini juga dapat dilakukan untuk mengevaluasi tingkat keparahan anemia pada bayi nan mempunyai sensitisasi Rh –suatu kondisi nan jarang terjadi di mana sistem kekebalan ibu menghasilkan antibodi terhadap protein spesifik pada permukaan sel darah bayi.

Akan tetapi, amniosentesis tidak disarankan jika ibu mempunyai infeksi, seperti HIV/AIDS, hepatitis B alias hepatitis C lantaran jangkitan dapat ditransfer ke bayi selama prosedur dilakukan.

4. Mengurangi Air Ketuban Tidak Normal

Jika jumlah cairan ketuban selama kehamilan terlalu banyak (polihidramnion), amniosentesis mungkin dilakukan untuk mengurangi cairan dari rahim Anda.

5. Tes Paternitas

Amniosentesis dapat dilakukan guna mengumpulkan DNA janin nan kemudian dibandingkan dengan DNA dari ayahnya.

Risiko nan Mungkin Terjadi pada Tes Amniocentesis

amniocentesis

Sebelum Bunda memutuskan menjalani prosedur amniosentesis, master bakal mendiskusikan akibat dan kemungkinan komplikasi nan mungkin Bunda hadapi. Salah satu akibat utamanya adalah keguguran, ialah hilangnya kehamilan pada 23 minggu pertama di mana ini diperkirakan terjadi pada 1 dari setiap 100 wanita nan menjalani metode ini.

Risiko dan komplikasi lain nan mungkin dialami ibu setelah amniosentesis adalah:

1. Ketuban Bocor

Sangat jarang cairan ketuban bocor melalui memek setelah amniosentesis. Pada kebanyakan kasus, air ketuban lenyap sedikit demi sedikit dan berakhir dalam waktu satu minggu. Setelah itu, kehamilan bersambung secara normal. Namun, ini bukan berfaedah bisa diabaikan.

2. Keguguran

Amniosentesis trimester kedua berisiko keguguran 0,1-0,3% alias sekitar 1 dari 1.000 hingga 1 dalam 43.000 kasus. Berdasarkan penelitian, akibat keguguran lebih tinggi pada amniosentesis nan dilakukan sebelum 15 minggu kehamilan. Risikonya juga lebih tinggi pada ibu nan mengandung anak kembar alias lebih.

3. Cedera Jarum

Selama amniosentesis, ada kemungkinan bayi menggerakkan lengan alias kakinya ke jalur jarum. Namun, masalah serius mengenai perihal ini sangat jarang terjadi.

4. Sensitisasi Rh

Amniosentesis dapat menyebabkan sel darah bayi memasuki aliran darah ibu, tetapi ini sangat jarang terjadi. Jika Bunda mempunyai darah Rh negatif dan belum mengembangkan antibodi terhadap darah Rh positif, ibu bakal diberi suntikan produk darah nan disebut globulin imun Rh setelah amniosentesis.

Hal ini bakal mencegah tubuh ibu memproduksi antibodi Rh nan dapat melewati plasenta dan merusak sel darah merah bayi. Tes darah dapat mendeteksi jika Bunda mulai memproduksi antibodi.

5. Infeksi

Dalam kasus nan sangat jarang, amniosentesis dapat memicu jangkitan rahim.

6. Penularan Infeksi

Jika ibu mengandung mempunyai jangkitan seperti hepatitis C, toksoplasmosis, serta HIV/AIDS, jangkitan sangat mungkin ditransfer ke bayi selama amniosentesis. Jadi sebaiknya ibu dengan pembawa jangkitan ini tidak melakukan amniosentesis.

Hal nan Perlu Diperhatikan Saat Menjalani Amniocentesis

Berikut ini beberapa perihal nan kudu diperhatikan ketika ibu mengandung menjalani prosedur amniosentesis:

Sebelum Prosedur

  • Pahami dulu apa itu amniocentesis, manfaat, risiko, dan perihal lainnya mengenai prosedur ini.
  • Bila amniocentesis dilakukan sebelum minggu ke-20 kehamilan, kandung kemih Bunda kudu penuh selama prosedur untuk menopang rahim. Minumlah banyak cairan sebelum agenda amniosentesis. Sedangkan jika prosedur dilakukan setelah usia kehamilan 20 minggu, kandung kemih kudu kosong untuk meminimalkan kemungkinan tusukan.
  • Menandatangani blangko persetujuan sebelum prosedur dimulai.
  • Ajak pasangan menemani Bunda guna mendukung secara bentuk dan psikis.

Selama Prosedur

  • Bunda berebahan telentang. Melalui transduser ultrasound, dokter menentukan letak bayi di dalam rahim Anda.
  • Area nan bakal ditusuk dibersihkan dengan antiseptik.
  • Jarum dimasukkan dipandu oleh ultrasound melalui tembok perut Anda dan ke dalam rahim. Sejumlah mini cairan ketuban bakal ditarik ke dalam jarum suntik, dan jarum dilepas.

Setelah Prosedur

  • Dokter bakal memantau debar jantung janin.
  • Bunda mungkin mengalami kram alias ketidaknyamanan panggul ringan setelah amniocentesis.
  • Sampel cairan ketuban bakal dianalisis di laboratorium. Hasilnya keluar 2-3 minggu kemudian.
  • Jika amniocentesis menunjukkan hasil ada kelainan genetik nan tidak dapat diobati, Bunda bisa mengonsultasikannya dengan dokter, apakah bakal melanjutkan kehamilan alias tidak? Carilah support dari orang Anda cintai dan tim perawatan kesehatan.

Segera hubungi master jika sesampainya Anda di rumah mengalami hal-hal berikut:

  • Perdarahan memek alias kehilangan cairan ketuban melalui vagina
  • Kram rahim parah nan berjalan lebih dari beberapa jam
  • Demam
  • Kemerahan dan peradangan di tempat jarum dimasukkan
  • Aktivitas janin nan tidak biasa alias kurangnya aktivitas janin

Artikel terkait: Wajib tahu! Ini tes darah nan perlu dilakukan bumil di tiap trimester

Alternatif Pengganti Amniocentesis

Ada pengganti nan bisa Bunda lakukan untuk mengetahui kondisi kelainan genetik/kromosom janin, ialah dengan chorionic villus sampling (CVS). Melansir NHS, ini adalah pengetesan nan dilakukan dengan pengambilan sampel mini sel dari plasenta, organ nan menghubungkan suplai darah ibu dengan bayinya nan belum lahir.

Metode ini biasanya dilakukan antara minggu ke-11 dan ke-14 kehamilan, alias lebih lambat dari itu jika perlu. Dengan metode CVS, akibat keguguran tetap ada, tetapi berkurang hingga 1 dari setiap 100 kasus.

Prosedur amniosentesis tidaklah wajib, Bunda. Sebelum memutuskan, Bunda bakal diberi penjelasan selengkap-lengkapnya oleh master mengenai faedah dan risikonya. Pada akhirnya, Bunda sendiri nan bakal menentukan apakah mau menjalaninya alias tidak.

Hasil tes amniocentesis bisa jadi jauh dari nan Bunda harapkan dan menyakitkan. Mengenai keputusan Anda dalam mempertahankan bayi alias tidak –bila hasilnya bayi mempunyai kelainan kromosom- juga kewenangan Anda. Nantinya master nan bakal menjelaskan gimana kondisi bayi dan Bunda, jika bayi dipertahankan alias tidak. Mintalah support dari beragam pihak untuk menguatkan Anda.

Artikel Terkait: 6 Kebutuhan Ibu Hamil Trimester 2 Rekomendasi, Cek!

Artikel diupdate oleh: Ester Sondang

Jika Parents mau berbincang seputar pola asuh, keluarga, dan kesehatan serta mau mengikuti kelas parenting cuma-cuma tiap minggu bisa langsung berasosiasi di organisasi Telegram theAsianparent.

Baca juga:

Perlukah tes HIV saat hamil, begini penjelasannya!

Berapa Biaya Tes TORCH nan Wajib Dilakukan Parents? Ini Rinciannya!

Bunda Wajib Tahu! Ini 5 Jenis Cek Lab Ibu Hamil dan Fungsinya

Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.